Cerita Dari Halaman Belakang
Rumah
sumber gambar : poskotanews.com
Usianya boleh muda tapi
pengalaman dioperasi hingga tiga kali layak mendapat apresiasi. Dua tulang
kakinya patah. Setidaknya sudah satu tahun ini dia menjadi seperti iron man yang sebagian tubuhnya terbuat
dari besi, dua kakinya terpasang pen untuk menyangga kaki hingga sembuh total.
Seharusnya dia hanya akan
melakukan operasi kaki dua kali, yaitu saat pemasangan pen dan pembersihan
tulang-tulang yang retak dan operasi pelepasan pen. Nyatanya ditengah jalan
kaki kirinya mengalami masalah penyambungan yang tidak sempurna. Entah karena
apa aku tidak tahu pasti. Yang jelas saat ini dia cukup gembira bahwa besi yang
tertanam dalam dua kakinya akan diambil. Secercah harapan mekar, setelah ini
dia akan kembali berjalan dengan normal.
Aku masih ingat saat pertama dia
datang dan menangis meraung-raung pasca operasi pembetulan tulang yang
bermasalah dengan penyambungan. Ibunya pun kemudian bercerita asal mula kenapa
anaknya mengalami patah tulang semacam itu.
Menurut si ibu sejak SD kelas
enam anaknya memang sudah diajari naik sepeda motor. Masuk SMP, si ibu semakin
membebaskan anaknya berkeliaran memakai motor. Bahkan kadang malah menyuruhnya
untuk membeli sesuatu pakai sepeda motor.
Bayangkan saja anak SMP
berkendara motor di jalan tanpa SIM dan tidak memakai helm. Dan tahukah dia
tentang tata tertib lalu lintas dan norma berkendara? Menurut pengamatanku
anak-anak di bawah umur suka asal dalam berkendara di jalan. Suka asal
nyelonong, suka kebut-kebutan, dan suka menyalip sembarangan tanpa perhitungan.
“Saya tidak menyangka Mbak, kalau
sore itu akan menjadi sore bencana bagi anak saya. Biasanya dia memang suka
keluar membawa motor dan pulang dengan selamat. Tapi sore itu hingga maghrib
dia belum pulang. Saya jelas cemas, tak berapa lama saya mendapat telpon dari
seseorang yang mengabarkan kalau anak saya mengalami kecelakaan. Langsung lemas
tubuh saya.” kisah si ibu dengan titik air merembes di sudut mata.
“Bertabrakan dengan apa, Bu?”
tanyaku penasaran.
“Sama motor. Menurut anak saya,
waktu itu jalanan terlihat sepi hingga anak saya langsung menyeberang saja. Eh,
tidak tahunya ada motor dengan kecepatan tinggi tiba-tiba melibasnya. Anak saya
sampai jatuh terseret beberapa meter. Dan yang menabrak menurut kesaksian orang
sekitar oleng ke kanan dimakan oleh truk yang melintas. Dia langsung meninggal
seketika. Aduh, waktu itu saya tidak bisa berpikir lagi.”
“Rugi dua kali ya, Bu?”
“Begitulah Mbak, saya sangat
menyesal membiarkan Anang berkeliaran dengan motor tanpa pengawasan. Ini jadi
pelajaran buat saya. Mungkin pelajaran buat Mbak, jangan sampai anak-anak yang
masih belum cukup umur main-main dengan sepeda motor. Akibatnya fatal. Cukup
anak saya saja.”
Aku mengangguk-angguk dan dalam
hati berjanji tidak akan membiarkan anakku keluar membawa motor sembarangan.
Semua ada waktunya bukan.
Aku melihat Anang yang asyik
bermain game ditabletnya. Ah, bagaimana perasaan si anak itu ya? Apakah
tangisannya waktu itu juga tangisan trauma karena telah menghilangkan nyawa
orang lain. Entahlah, aku jelas tidak mungkin menanyakannya.
Baiklah, aku sudah berbicara
panjang lebar pasti terbetik penasaran kenapa sampai rumahku kedatangan si ibu
dan anak yang malang itu. Sejak dua tahun lalu, rumahku tepatnya rumah bapakku dijadikan
rumah singgah bagi para pasien patah tulang yang menunggu kontrol berikutnya.
Biasanya jarak antara operasi dan kontrol kisaran tiga hari hingga tiga
mingguan. Bagi yang rumahnya jauh tentu saja memilih mencari tempat kos
sementara dari pada bolak-balik yang bisa jadi berpengaruh pada hasil operasi.
Rumah orangtuaku kebetulan dekat
dengan rumah sakit orthopedi. Melihat peluang itu bapak langsung membuat
deretan kamar di halaman belakang rumah yang ada kolamnya. Setidaknya ada lima
kamar yang berdiri di atas kolam.
Berdasarkan pengamatanku selama
ini mayoritas pasien rumah sakit orthopedi adalah pasien akibat kecelakaan lalu
lintas. Memiriskan bukan, atau justru menguntungkan bagi rumah sakit. Plus
menguntungkan bagi penduduk yang tinggal di sekitar karena mendapat income tambahan dari menyewakan kamar.
Entahlah....
Beda cerita lagi dengan tetangga
sebelah kamar si ibu tadi. Bapak ini mengaku bahwa lampu motornya sedang mati
ketika dia mengalami kecelakaan. Kalau lampu mati buat jalan siang hari tentu
masalahnya tidak akan sebesar jika berjalan tanpa lampu di malam hari. Meski
aturan sekarang sepeda motor pun wajib menyalakan lampu siang hari. Jelas
sekali bapak ini telah melanggar peraturan berlalu lintas.
Bapak Wito beralasan jika kepergiannya
tak jauh dari rumah hanya untuk membeli bakso. Jauh atau dekat jika kendaraan
dalam kondisi tidak fit, tidak sempurna tetap berbahaya, bukan?
Siapa sangka dari arah depan
tiba-tiba sebuah bus telah menyorotkan lampunya dengan raungan klakson membahana.
Pak Wito kaget, refleks membelokkan motornya ke arah kiri tanpa sempat mengerem
hingga dia langsung terjun bebas ke dalam sungai.
Sementara bus yang juga terkejut
karena tidak menyangka ada sepeda motor berjalan di depannya banting setir ke
kiri sehingga membentur mobil sedan yang disalipnya. Mobil sedan itu segera
meluncur masuk sawah dan bus yang serba salah tersebut menabrak pohon di
pinggir jalan.
Kisah selanjutnya Pak Wito tidak
tahu pasti. Yang jelas tubuhnya sama sekali tidak bisa digerakkan. Tulang
punggungnya patah. Setelah melalui beberapa operasi dan perawatan kemungkinan
Pak Wito bisa duduk bahkan berjalan lagi.
“Mungkin saya sedang apes waktu
itu.” ucap Pak Wito seakan tidak menyadari kesalahannya. “Biasanya aman-aman
saja. Haha....” masih juga bisa tertawa.
“Tidak jadi makan bakso dong,
Pak?” selorohku.
“Betul itu, wah jan! Busnya memang kurang ajar.
Mendahului kendaraan lain kok ya tidak lihat-lihat depan. Rasain sopirnya
sekarang dibui. Biar itu jadi pelajaran buat sopir lain agar tidak ugal-ugalan
menyetir. Apa tidak sadar kalau membawa nyawa orang banyak?”
“Kalau lampu motor Pak Wito
menyala, saya rasa sopir akan tahu kalau ada kendaraan di depan.”
“Dasar sopirnya saja Mbak, saya
sering melihat lho bus-bus macam itu selalu mencari menang sendiri. Tidak
toleransi pada kendaraan kecil lain, mengebut, menyalip kadang tidak peduli
kalau ada motor di depannya.”
“Memang sih,” tanggapku.
“Tapi....”
“Lha iya tho? Ini jelas salah sopir bus itu. Lampu motor saya hanya memberi
kontribusi kecil.”
Aku senyum-senyum geli. Waduh,
gawat juga kalau semua pengendara kendaraan tidak menyadari betapa sekecil
apapun kontribusi kesalahan di jalanan bisa berakibat fatal. Entah berapa
banyak lagi kecelakaan bakal terjadi. Mungkin setiap menit, setiap kilometer akan
ada insiden tabrakan antar kendaraan. Dan akan ada berapa banyak lagi korban
yang berjatuhan di jalanan.
Sebenarnya masih banyak cerita
tentang peristiwa kecelakaan dari belakang rumahku. Aku hanya mengambil satu dua
versi untuk bahan renungan bahwa kecelakaan di jalan raya setiap harinya telah
banyak menelan korban dan merenggut nyawa-nyawa yang kadang tidak bersalah. Perlu
diketahui bahwa kematian akibat laka lantas sudah termasuk lima besar pembunuh
manusia di dunia. Bersanding dengan HIV, TBC, penyakit jantung, dan malaria.
Tahun 2014 lalu WHO meranking dan
meliris data tentang jumlah kematian akibat laka lantas, sungguh membanggakan Indonesia
menempati urutan kelima. Ups! Maksudnya sungguh memprihatinkan. Hebatnya lagi
Indonesia justru menempati urutan pertama dalam peningkatan kecelakaan lalu lintas, yaitu mencapai angka lebih dari
80%, melampaui India si jawara dengan tingkat kematian tinggi di jalanan. Dan
pembunuh global yang paling mengancam adalah dari kendaraan sepeda motor.
Kenapa bisa demikian? Bukan
rahasia umum lagi jika para pengendara motor sering tidak mematuhi peraturan
lalu lintas dan mengabaikan standar berkendara yang benar. Seperti penggunaan
helm yang disepelekan, membawa barang-barang melebihi muatan, naik motor bertiga,
membawa anak kecil diboncengan belakang. Kebanyakan dari mereka berdalih, ah,
cuma ke depan sebentar. Atau beralasan hanya mau pergi ke lingkungan sekitar.
Padahal lingkungan sekitar mereka sudah jalan raya yang mungkin padat arusnya.
Aku jadi teringat dulu saat aku
masih belajar motor. Tiba-tiba motorku melaju kencang tak terkendali karena aku
salah memutar gas ke atas. Akibatnya sebuah tembok yang tidak bersalah aku
tabrak tanpa ampun. Untungnya motor tidak mengalami kerusakan yang hebat. Aku pun
dalam kondisi baik-baik saja, hanya mengalami luka lecet dan memar di muka.
Pokoknya bersyukur sekali. Coba bayangkan jika waktu itu kepalaku langsung
membentur tembok yang tanpa pengaman helm. Entah apa yang akan terjadi padaku.
Satu hal yang baru saja aku
sadari bahwa belajar naik motor pun harus memperhatikan safety prosedure. Tapi kebanyakan dari kita mengabaikan hal itu,
berlatih begitu saja tanpa memakai helm baik yang mengajari atau yang diajari
dengan dalih berlatih di lapangan yang luas. Bukankah berbahaya sekali jika
tiba-tiba kecelakaan tak terduga yang seperti aku alami terjadi dengan kondisi
yang lebih parah lagi.
Setidaknya aku sekarang merasa
aman. Aku bukan bagian dari pengendara sepeda motor. Dampak latihan dengan
insiden menabrak tembok itu membuatku jera untuk berlatih mengendarai motor
lagi. Ada sebentuk trauma yang menghantui kala harus memutar setang gas. Meski
aku tahu tidak menjadi pengendara pun terkadang bisa mendapat imbas dari
pengendara lain yang lalai dan ugal-ugalan.
Seperti yang terjadi pada salah
satu penghuni kamar belakang rumahku. Siapa sangka dia bakal jadi korban tabrak
lari dan terlantar semalaman.
Rumah Mas Danar dekat hutan
karet. Tetangga kiri kanan berjarak cukup jauh. Waktu itu dia hendak menemui
temannya di seberang bukit. Saat menyeberang tiba-tiba sebuah kendaraan dengan
kecepatan tinggi melontarkannya hingga ke tepi jalan. Bukannya menolong
pengendara itu malah langsung tancap gas membiarkan Mas Danar tergeletak begitu
saja.
Antara sadar dan tidak, katanya
Mas Danar merangkak menuju rumah yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Hanya
rumah itu satu-satunya harapan Mas Danar agar tetap hidup. Tapi bukannya
pertolongan yang dia dapat, si empunya rumah malah mengusirnya dengan air muka
setengah ketakutan.
Mas Danar yang tidak bisa
berkata-kata karena mulutnya hancur berlumuran darah kembali merangkak ke
pinggiran jalan berharap ada pertolongan dari sana. Nihil, malam itu begitu
sepi lantaran hujan mengguyur dengan deras. Untunglah, paginya ada seorang
bapak tua bersepeda yang lewat melihat Mas Danar melambai-lambaikan tangan
dengan lemah. Tanpa berpikir panjang bapak tua itu segera menolong dan
membawanya ke puskesmas terdekat.
Ah, aku masih tidak bisa mengerti
dengan pemilik rumah itu. Apa dia manusia? Tega membiarkan seorang yang terluka
parah terlunta-lunta di luar. Memang menurut si bapak penolong kondisi Mas
Danar kala itu sangat mengerikan, darah berlumuran dari hidung ke bawah. Celananya
koyak-koyak dan tampak tulang putih menonjol dari sekitaran luka.
Apa pun alasannya, setakut apa
pun kita demi sebuah nyawa tak bisakah mengenyampingkan rasa takut itu. Apa
yang perlu ditakutkan dari orang yang tidak berdaya? Jika merasa tidak bisa
bukankah bisa meminta, memanggil bantuan orang lain untuk mengurusnya. Gampang,
bukan? Tidak harus tangan sendiri yang terulur jika takut atau tidak sanggup.
Ini sungguh luar biasa, aku tak
menyangka di negara kita ini masih ada orang tidak berhati macam itu. Apa benar
nuraninya sama sekali tidak tergerak untuk memberi pertolongan? Aku pikir hanya
negara-negara seberang yang melakukan perilaku tidak berperikemanusiaan seperti
yang pernah tersiar di you tube. Di
depan mataku, nyata kini ada korban tabrak lari yang tersia-sia.
Baiklah, aku rasa sudah cukup
menuturkan semua kejadian yang menimpa dari halaman belakang rumahku.
Orang-orang malang itu entah karena kesalahan sendiri atau kesalahan orang lain
hendaknya tetap berhati-hati jika telah bergaul di area jalanan yang semakin
liar.
Sekali lagi tidak bermaksud
menggurui, tapi demi meminimalisir cedera dan resiko kematian saat mendapat
musibah di jalan, sebaiknya jika berkendara dengan sepeda motor harus memakai
prosedur yang aman. Mematuhi tata tertib lalu lintas, tak lupa bertoleransi
dengan pengendara lain. Jika semua orang memahami hal itu niscaya kedamaian,
keamanan di jalan raya akan tercipta. Jalan raya pun tidak lagi menjadi si ibu
tiri yang kejam.
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen 'Tertib, Aman dan Selamat Bersepeda Motor di jalan.' #Safety First diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Honda Motor dan Nulisbuku.com.
0 komentar:
Post a Comment