RSS
Container Icon

Cinta Atau Uang

Bunga Lili Dan Istana Kaca


sumber gambar : wallpapers-xs.blogspot.com

      Liliana melonjak girang sambil bertepuk tangan. Rasa senang memang tidak pandang anak-anak atau orang dewasa, anak muda atau orang lanjut usia. Semua mengekspresikan dengan cara masing-masing. Ada yang jingkrak-jingkrak, ada yang meloncat melompat, ada yang tertawa-tawa bahkan ada yang menangis haru. Liliana langsung memeluk erat suaminya melupakan Dyfan yang berusaha menyeruak di antara pelukan mereka.
“Iya, Sayang.” Liliana merengkuh Dyfan yang mengerang protes merasa diabaikan. “Mami akan punya mobil, besok kita bisa jalan-jalan berdua ya ya....” Liliana menempelkan hidungnya dihidung Dyfan yang tertawa-tawa geli.
“Kamu sebaiknya segera ambil kursus setir mobil, Mi.”
“Pasti Pi, besok Mami langsung daftar kursus.”
“Cari tempat kursus yang bisa sekalian dapat SIM.” Rafi beranjak dari ranjang lalu mengganti hem-nya dengan kaos.
“Wah, sudah tidak sabar nih bisa menyetir.” Liliana memegang dua tangan anaknya menggerakkannya seperti sedang menyetir mobil.
“Papi lapar nih, makan yuk?”
“Kita makan di luar?”
”Seperti tidak biasa saja.”
Liliana tersenyum-senyum setengah malu. Memang sudah menjadi kebiasaan mereka tidak pernah makan malam di rumah. Asisten rumah tangga pun selalu di ajak serta makan bersama.
“Dyfan sama Mbak Sani dulu ya? Ayuk,” Liliana mengantar Dyfan agar berganti baju bersama pengasuhnya.
Sepuluh menit kemudian keluarga kecil itu sudah meluncur ke tempat makan yang belum pernah mereka datangi. Dari satu tempat makan ke restoran yang lain. Tiap malam mereka melakukan wisata kuliner untuk memuaskan perut yang lapar.
Sejak bisnisnya meraih laba banyak, Rafi tak segan mengeluarkan uang untuk segala macam kesenangan istrinya. Termasuk mobil yang diambil secara kredit untuk sang istri tercinta. Menurut Rafi selama dia masih bekerja, jangan terlalu khawatir tentang uang. Prinsipnya adalah sekarang habis besok cari lagi.
Sebagai istri, Liliana jelas senang dimanjakan aneka macam fasilitas yang ada. Kadang dia tidak ambil pusing bagaimana cara suaminya mendapatkan barang yang dia inginkan. Yang dia mau tahu, barang keinginannya segera ada nyata depan mata tanpa alasan.
Rafi tidak peduli omongan orang bahwa dia telah salah memilih Liliana yang terkenal cewek matre. Mungkin benar cinta itu buta, sebagaimana yang Rafi alami. Ada sesuatu yang bergejolak manakala dekat Liliana. Hidup Rafi pun terasa penuh warna jika berada tak jauh dari Liliana yang ceria. Hanya satu hal yang sangat ditekankan Rafi pada Liliana, jangan pernah mengkhianati hatinya.
Pengalaman pernah diselingkuhi oleh pacar yang begitu dia sayangi membuatnya waspada pada segala kemungkinan tersebut. Tentu saja, karena Liliana memang sangat cantik. Sementara dirinya memiliki penampilan fisik yang sangat timpang dengan Liliana. Seperti bumi dan langit. Bumi yang kelabu bersanding dengan angkasa biru cerah.
Di luar fisik yang bertolak belakang, secara sifat mereka berdua bisa saling melengkapi. Sosok Rafi yang cenderung pendiam cocok bersanding dengan Liliana yang periang dan banyak bicara. Malah terlewat cerewet jika Rafi melakukan sesuatu yang tidak disukai atau bila keinginannya belum terpenuhi. Sepanjang hari Liliana bisa berkicau tanpa berhenti. Biasanya Rafi hanya akan mendengar dari telinga kiri kemudian keluar telinga kanan.
Seperti saat Liliana meminta kendaraan roda empat untuk mobilitas sehari-hari. Kira-kira hampir satu minggu Liliana terus mengoceh tentang tidak menyenangkannya harus naik motor ke sana kemari. Keluhan tentang kulitnya jadi menghitam karena kena terik mentari. Keluhan tentang hujan yang bisa membuatnya sakit flu atau tentang debu dan asap yang membuatnya sesak nafas. Pokoknya topik selama seminggu berisi muatan tentang perlunya mobil bagi dia.
Yah, setelah sebuah mobil mungil berhasil bertandang di garasi menemani mobil Rafi, Liliana tak lagi melakukan demo dengan toa. Liliana kembali menjadi wanita yang cantik, manja dan lucu bagi Rafi.  
Selesai menuntut mobil Liliana punya program baru untuk mengorek kantong suaminya. Tiba-tiba dia mengusulkan agar Dyfan dimasukkan PAUD. Tentu saja bukan sembarang PAUD. Kinder Park merupakan arena belajar dan bermain dengan fasilitas super lengkap.
“Aku ingin anak kita bisa Bahasa Inggris, Pi. Di Kinder Park, bahasa pengantarnya Inggris. Mumpung anak kita masih kecil, pasti akan dengan mudah belajar bahasa itu.”
“Apa yang menurut Mami baik pasti Papi dukung. Toh, ini buat anak kita kan?”
“Tapi biayanya mahal, Pi.”
“Soal uang jangan terlalu dipikirkan. Itu bagianku, Mami konsen saja pada Dyfan.”
“Terimakasih Papi. Pokoknya aku jamin tidak mengecewakan. Bayaran mahal setimpal dengan mutu. Tidak akan sia-sia.”
Mendengar iklan dari istrinya Rafi tersenyum-senyum geli. Inilah Liliana yang dia cintai.
Liliana semakin merajalela. Dengan fasilitas kartu kredit dia semakin senang berbelanja sendiri ke mal atau belanja online. Liliana tidak sembarangan membeli barang-barang. Dia selalu memilih barang-barang bermerk dengan sertifikat original.
Tak heran jika Liliana menuntut satu ruang khusus untuk menyimpan semua tas, sandal dan sepatu bermerk miliknya. Dia benar-benar memperlakukan barang koleksinya seperti benda-benda bertuah. Belum lagi satu peti yang berisi perhiasan, satu etalase berisi jam tangan berbagai model dan merk terkenal.
Rafi sama sekali tidak keberatan dengan hobi istrinya yang senang mengumpulkan barang-barang mewah di rumah. Asal Liliana senang, apapun akan Rafi kabulkan. Dengan satu bayaran kesetiaan yang Rafi selalu tandaskan.
Syarat kesetiaan yang Rafi ajukan bagi Liliana bukan masalah besar. Liliana adalah tipe orang yang bisa menepati janji. Lagi pula selama Rafi memenuhi semua keinginannya kenapa pula dia harus berpetualang ke ranah cinta lain. Cukup baginya Rafi yang baik dan penurut untuknya.
Ternyata ada satu orang yang tak senang dengan kehidupan mereka yang bermandikan gelimang uang. Ibu Liliana tidak suka anaknya menghambur-hamburkan uang hanya untuk barang-barang tidak penting. Setiap kali Liliana datang ke rumah dengan membawa aneka hadiah, si ibu selalu mengingatkan.
“Sudahlah Bu, obat yang dijual oleh perusahaan Rafi sedang berjaya. Omzetnya sampai ratusan juta. Sebagai anak direktur pasti gaji Rafi tinggi bukan. Ibu tidak usah khawatir kami akan kehabisan uang.”
“Manusia mengusahakan, tapi Allah yang memberi keputusan final. Allah bisa dengan mudah membolak-balik hidup manusia.”
“Iya Bu, aku tahu.”
“Karena itu tidak ada salahnya kan kalau kamu menyisihkan uang untuk tabungan.”
“Iya, iya...” jawab Liliana yang bosan dengan nasihat ibu. “Lihat, baju ini bagus lho. Ibu harus mencoba. Ayo, Bu!” Liliana menarik ibunya ke kamar untuk mengepas baju yang baru saja dia beli.
Ibu Liliana menghela nafas. Dalam hati dia sungguh merasa sungkan menerima aneka barang dari anaknya. Bagaimana pun uang itu adalah uang suaminya. Sudahkah Liliana minta ijin suami jika membelikan barang-barang untuknya. Semoga Liliana tidak sembrono dalam mengelola uang dari suami yang telah bekerja mati-matian.
Bagi Liliana semua nasihat ibunya hanya sebatas tiupan angin sepoi yang akan segera berlalu. Dia sangat yakin bahwa perusahaan suaminya tidak akan bangkrut. Mengingat produksinya yang terus meningkat dan malah mendapat brand merk obat yang paling laku.
Tak lupa Liliana selalu mengingatkan kawan-kawannya yang sakit agar membeli obat dengan merk atau label RaPharma. Liliana yang supel dan banyak teman secara tidak langsung telah membantu penjualan yang terus meningkat.
Sayangnya sebuah status di facebook mengguncang tingkat penjualan RaPharma. Entah siapa yang menyebar, bisa jadi dari perusahaan pesaing yang iri dengan penjualan yang melonjak pesat. Media sosial memang sangat efektif dalam penyebaran berita dan penghancuran sebuah objek. Meski bisa saja berita itu tidak benar. Tapi umumnya orang-orang langsung percaya dan begitu saja membagikan kabar tersebut tanpa melakukan cek dan ricek.
Menurut status yang beredar obat-obat keluaran RaPharma terdiri dari obat sakit kepala, obat flu, obat batuk dan multivitamin mengandung sebuah zat yang bisa membahayakan pemakainya. Bahkan salah satu multivitamin penambah energi dapat menyebabkan ketergantungan. Kabar itu disertai dengan gambar dan saksi yang sangat meyakinkan.
Rafi dan keluarga gusar. Mereka segera melakukan investigasi pelaku penyebar berita tersebut. Belum lagi ketemu pelakunya, perusahaan harus menghadapi penolakan beberapa apotek terhadap obat-obat RaPharma. Bahkan BPOM melakukan pengecekan ke pabrik untuk memastikan kabar yang telah menyebar luas.
Entah siapa yang teledor atau karena ada unsur sabotase dari luar, hasil pengecekan ulang ternyata terbukti ada satu obat yang mengandung zat aditif. Satu titik nila merusak susu sebelanga, kira-kira demikian kondisi perusahaan Rafi. Apalagi berita yang sampai ke masyarakat terlalu dilebih-lebihkan. Layaknya peringatan resmi bahwa semua obat keluaran RaPharma berbahaya.
Meski telah melakukan klarifikasi dan meminta maaf serta menarik obat yang dianggap berbahaya. Image obat RaPharma telah telanjur jatuh. Kerugian pun telah mencapai ratusan juta rupiah. Untuk menutupi biaya produksi selanjutnya, membayar karyawan dan memulihkan image perusahaan mau tidak mau pemilik dalam hal ini direktur_ayah Rafi beserta keluarga yang ikut andil dalam perusahaan menjual aset pribadi yang dimiliki.
Mendengar itu Liliana meradang. Mobil, bahkan motornya ikut terjual. Kini keluarga besar Rafi harus rela hidup minimal demi perusahaan agar tetap bertahan.
“Maaf Mi, aku harap kamu bisa mengerti. Kita seperti sedang merangkak lagi dari nol. Semua harus berkorban. Masih untung perusahaan kita tidak ditutup paksa.”
“Tapi akan kembali normal kan?” tanya Liliana penuh harap.
“Kita berdoa saja. Untuk sementara kita harus berhemat. Tolong ya Mi,” Rafi memohon pada istrinya agar tidak lagi berbelanja yang tidak perlu.
“Tapi....”
“Bersabarlah,”
Liliana mengangguk mencoba memahami.
Tiga bulan, enam bulan belum ada tanda-tanda perusahaan RaPharma bangkit. Bahkan hingga satu tahun, penjualan masih belum mencapai target pada laba maksimal. Keluarga Rafi masih harus mengetatkan ikat pinggang. 
Meski Rafi tidak pernah mengeluh tentang keuangan rumah tangganya, Liliana paham jika Rafi kesulitan dalam melunasi kartu kreditnya yang telah dibekukan. Diam-diam Liliana yang semula malu mengakui kebangkrutan keluarganya mulai menjual semua koleksi kesayangannya pada teman-teman.
Berat sekali bagi Liliana. Seperti melepas semua baju hingga dia telanjang. Istana kacanya pun turut hancur berkeping-keping. Untunglah barang-barang bermerk yang dia punya laku keras. Selain karena kondisinya masih bagus, harga yang Liliana tawarkan tidak terlalu menguras kantong pembeli. Tidak hanya tas, sepatu dan baju yang dilelang oleh Liliana. Perhiasan satu peti, satu persatu dia jual untuk membantu melunasi hutang yang menumpuk.
Dalam hati Liliana sesungguhnya agak menyesal dulu tidak menyisihkan uang untuk ditabung. Meski pada kenyataannya Liliana masih bersyukur jika barang-barang koleksinya masih memiliki harga jual sehingga dapat menolong meski hanya sekuku jari. Pemborosan yang dulu dia lakukan masih bisa menambal kerugian yang dia timbulkan.
Liliana kini telah habis-habisan. Tak ada lagi perhiasan menempel pada tubuhnya seperti penjual emas. Pergi keluar pun harus rela naik angkot dan terpaksa pergi belanja ke pasar tradisional. Liliana tampil sebagai wanita sederhana seperti saat sebelum dia menikah.
Yah, Liliana hanya berharap perusahaan suaminya akan kembali berjalan normal dan meraih kejayaan. Setidaknya ini menjadi ajang bagi Liliana untuk belajar kembali hidup berhemat, belajar mencintai suaminya yang tidak lagi memanjakan dia dengan uang serta barang-barang mewah.


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen "Pilih Mana: Cinta Atau Uang?" #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com dan Nulisbuku.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS