Piknik Asyik VS Ketinggalan Bus
Piknik? Hmph...
Desahku.
Yah, aku paling tidak
suka acara bepergian macam itu. Menurutku piknik adalah acara paling ribet sedunia, apalagi kalau harus
menginap segala. Harus menyiapkan baju, sepatu, sandal dan aneka snack mulai
dari yang ringan sampai yang berat. Belum lagi bekal uang yang tentu saja harus
banyak. Aku menyebutnya sebagai pemborosan!
Awalnya aku enggan
ikut. Tapi setelah guide tour-nya
mempresentasikan tempat-tempat yang bakal dikunjungi. Mataku sontak bersinar
cerah.
Jadi rencana piknik
instansi tempat aku bekerja adalah daerah Yogya dan sekitarnya. Tujuan pertama
adalah Goa Pindul yang membuat aku jadi penasaran dan membuat aku memutuskan
untuk ikut, berikutnya ke Pantai Indrayanti dan terakhir jalan-jalan di
Malioboro.
Tibalah saat
keberangkatan. Jam sepuluh malam sudah lewat, tapi bus yang bakal membawa kami
belum juga menampakkan moncongnya. Satu jam lagi kami masih sabar menunggu
sambil terkantuk-kantuk di samping teras masjid, eh, belum nongol juga. Baru
pukul 24.00 WIB, gerung kendaraan besar memasuki halaman kantor. Parah!
Akibat keterlambatan
itu tujuan pertama tempat wisata jadi berubah. Kami menyatroni Pantai
Indrayanti terlebih dahulu. Padahal kostum sudah siap untuk ‘berpetualang’,
pakai celana training dan kaos olah raga. Persis seperti saran guide tour-nya saat sosialisasi. Judulnya,
pagi-pagi mejeng di pantai pakai baju olah raga.
Pantai Indrayanti
sebenarnya tidak terlalu luas. Hanya sebuah teluk kecil yang kanan-kirinya
dibentengi oleh tebing karang yang curam. Debur ombak besar yang terhalang
beberapa karang menjulang menjadi tontonan segar. Pasir putihnya memaksa kaki
berjalan telanjang menyusuri riak-riak air di pinggiran. Pokoknya tidak kalah
cantik dari Pantai Kuta di Bali.
Puas berfoto-foto ria
dan mengambil gambar pantai dari segala sudut, tanpa mandi kami segera meluncur
ke objek berikutnya Goa Pindul.
Menjelang tengah hari
rombongan sampai ke lokasi Goa Pindul. Peserta diwajibkan membawa pakaian ganti
ke tempat transit karena jarak dari parkiran bus cukup jauh. Di tempat transit
kami dibagi pelampung badan dan diberi ban mobil besar.
Mendadak jadi kuli nih!
Harus jalan kaki tanpa alas kaki di atas jalanan berkerikil plus memanggul ban
besar. Bagi yang tidak terbiasa pasti sangat keberatan. Mana pakai naik-naik ke
puncak gunung pula jalurnya. Fiuh!!
Setelah cukup
ngos-ngosan dan mandi keringat, kami sampai di tepi sebuah kolam yang pada satu
sisinya terdapat lubang menganga. Itu dia goanya. Briefing lagi untuk teknis
masuk ke goa.
Wah, cukup berdebar
juga saat melihat beberapa pemandu memberi contoh cara duduk di atas ban serta
memposisikan antara satu ban dengan ban yang lain agar menjadi satu deret
kelompok. Kami pun diharuskan saling bergandengan tangan agar tidak terpisah
dari kelompok masing-masing.
Akhirnya masuk juga ke
zona senja. Area dengan cahaya remang-remang sebelum masuk ke zona malam. Para
pemandu berenang-renang membimbing setiap kelompok yang dia pegang sambil
menjelaskan tetek bengek tentang ornamen goa.
Pada titik ini jiwa
petualanganku menguar. Aku jadi teringat dulu saat menjadi mapala dan
mengeksplor sebuah goa. Sensasi ini begitu menyegarkan dan memupus rasa
penasaranku akan Goa Pindul.
Panjang Goa Pindul 350
meter, menurutku tak banyak ornamen yang terpajang. Tentu saja karena aku
menyamakan dengan goa yang pernah aku jelajahi dulu, goa-goa yang masih virgin. Setidaknya Goa Pindul mempunyai
stalakmit, stalaktit, pilar dan guardam yang tercipta di dalamnya. Mungkin
karena goa ini belum terlalu tua, sehingga minim ornamen. Tapi tetap
menakjubkan.
Zona gelap gulita telah
berubah menjadi remang kembali. Cahaya menyilaukan menyambut deretan mengular
yang kami ciptakan. Tibalah kami pada sebuah dam.
Saatnya berenang-renang
ke tepian. Di bawah cahaya terik membakar kami jalan lagi menuju tempat
transit. Untung tidak suruh membawa ban lagi. Membawa badan saja sudah berat,
karena perut menabuh genderang lapar.
Baju yang basah membuat
kami tidak bisa langsung menikmati hidangan yang tersaji. Mandi di rumah
penduduk yang telah terkondisikan menyediakan kamar mandi umum menjadi
prioritas utama mesti lambung telah menjerit histeris. Acara makan bersama tiba.
Ikan bakar dan goreng serta sambal menjadi menu ternikmat saat itu.
Perjalanan selanjutnya
adalah Malioboro. Pukul 17.00 kami tiba di parkiran bus kawasan Malioboro disambut
dengan gerimis yang mengundang. Aku dan seorang teman menyewa jasa tukang becak
untuk mengantar kami ke area belanja.
Atas usul si abang
tukang becak kami berdua dibawa langsung ke pabrik pembuatan kaos khas Yogya.
Katanya sih, kalau beli di sini bisa dapat harga lebih murah. Kami
senyum-senyum setuju. Berikutnya kami dibawa ke sebuah toko batik. Sayang,
harganya tidak cocok dengan kantong.
Tinggal tujuan terakhir
ke sebuah mall di Malioboro. Temanku ingin membeli oleh-oleh donat paling
terkenal di situ. Okelah, si abang tukang becak kali ini yang menurut
permintaan kami.
Dasar ibu-ibu, begitu
melihat tulisan sale tergantung
dimana-mana langsung terhipnotis dan memburunya. Lumayan, dapat sandal ukuran
paling besar buat suami tercinta. Maklum sangat susah mencari sandal yang pas
buat suami yang super jangkung.
Belum berhenti sampai
disitu, meski jam telah menunjukkan pukul 18.45 WIB, aku masih ingin mencari
oleh-oleh bakpia yang fresh from the oven.
Maksa banget pokoknya.
Rasanya sangat lega
setelah semua yang ada di daftar belanjaan tercentang. Kami menyewa tukang
becak lagi untuk mengantar kami ke tempat parkiran.
Waduh, pakai acara
kebelet pipis segala. Mau tidak mau kami harus mengantri dalam deret panjang.
Dengan dua tangan penuh barang belajaan kami berdua segera mencari bus tercinta.
Deg. Ini bencana! Bus
tidak ada.
Kami berdua berpencar
berputar mencari bus yang bertuliskan Nusantara. Nihil. Penasaran kami pun
bertanya pada orang yang ada di sekitar situ. Benar saja, bus rombongan wisata
dari Banyumas telah kabur tanpa membawa kami berdua.
Sempat panik. Setelah
mendapat kabar bahwa bus sedang berhenti di Ambar Ketawang, atas usul si abang
tukang becak kami naik taksi menyusul ke sana.
Hebat, kami jelas jadi
bahan olok-olokan dan kecaman. Lagipula kenapa mereka tidak mengecek anggota
bus yang ada. Pihak biro pun sama sekali tidak mengingatkan agar melihat kiri-kanan
adakah teman yang tercecer. Ya, sudahlah. Ini salah kami juga tidak
memperhatikan waktu yang telah disepakati.
Over
all
piknik kali ini mengasyikkan, meski ada insiden ketinggalan bus. Aku sangat
menikmati acara piknik ke Yogya membuang image
ribet yang menghantui. Otak serasa ter-refresh
dan siap untuk bekerja dalam rutinitas yang kadang membosankan.
Kalau ada kesempatan jadi ingin piknik berdua
saja sama suami, honeymoon. Liburan di Bogor dan menginap di Padjadjaran Suite Hotel. Pasti lebih asyik dan romantis.
2 komentar:
Wah asyik banget ya piknik di Gua Pindul
Ceritanya seru. Terimakasih sudah berpartisipasi dalam lomba. Maaf, pengumuman ditunda tgl 20 Oktober 2015. Goodluck.
Post a Comment