RSS
Container Icon

The Threembakentir' Ke Gunung Merbabu 3

Lanjutan...
Trio Meong vs CJR KW 4 


Pagi ini begitu cerah, secerah wajah kami. Hari ini aku menjabat sebagai leader. Jalur awal yang dilalui ternyata tidak seberat sangkaan, banyak bonus yang membuat pergerakan menjadi cepat. Kondisi hutan yang masih sedikit perawan menambah kesegaran tubuh.
Sesekali kami berpapasan dengan penduduk yang habis mencari kayu atau daun-daunan untuk pakan ternak. Mereka begitu ramah menyapa pendatang, otomatis kami pun tak kalah ramah menebar senyum semanis-manisnya.
Tiba di pertigaan, langkahku mulai ragu-ragu. Untuk memastikan aku segera mengeluarkan peta. Ormed, ormed (orientasi medan).
“Ke kiri,” gumamku menentukan langkah. Tapi beberapa tapak kemudian aku termangu, lalu mengambil nafas sebanyak-banyaknya, “Tanjakan ala tangga, Bleh!”
“Habiskan!” balas Pheenux bersemangat.
“Serius nih kita habisi!” tanggapku masih menatap ke atas yang tidak terlihat ujungnya.
“Ayo, Sush!” Citonk ikutan bersemangat.
Kami lalu meniti setiap pijakan tanah yang semakin ditapak semakin mengarah curam nyaris menyentuh hidung.
“Sebentar lagi kayaknya datar!” laporku terengah-engah namun tetap melaju mencoba mengalahkan rasa lelah.
Tiba di akhir tanjakan.
“Lho!” pekikku kaget manakala mendapati dua mahluk yang tidak asing leyeh-leyeh bersandar pada tas masing-masing. Mereka itu rombongan cowok yang sudah berangkat jam setengah enam tadi.
“Masih di sini, tho?”
“Iya, kami habis buang bekal dalam perut.” jawab si imut. “Biar ringan.”
Seorang cowok yang memakai bandana berambut gondrong diikat ekor kuda hanya tersenyum tipis. Penampilannya MAPALA banget. Paling keren di antara ketiganya. Dan cowok itu seleranya Citonk!
“Yang satu lagi mana nih?” tanya Pheenux yang sudah ikut mengerumuni keduanya.
“Igit?” sahut si imut. “Masih ada keperluan.”
“Wah, aku lupa nih nama kalian.” ucapku terus terang. “Igit, terus Mas?” tunjukku pada si imut. “Sori, aku rada amnesia kalau mengingat nama orang.”
“Aku Dino, dia Radit.” tunjuk Dino pada Radit si gondrong. “Sushi, Citonk sama Pheenux, kan?” Dino menunjuk tim cewek satu persatu.
“Betul seratus!” balasku. Tepuk tangan mengiringi nilai yang aku suguhkan.
Setelah dirasa cukup beristirahat, tim putri meminta ijin untuk jalan duluan. Jalur berikutnya masih ngetrack berat. Kami terus melaju seakan tidak kenal sama yang namanya Om Lelah. Pas nemu tempat ideal buat istirahat aku minta break pada anggota rombongan lain. Sayangnya, yang ada di belakangku cuma Pheenux seorang. Citonk tidak ada!
“Tercecer di mana tuh anak!” kata Pheenux nyengir memandangku yang tertawa geli.
Tonk, hello genk!” kami pun memanggil-manggil Citonk. Tidak ada balasan.
“Pheen, aku lihat ke bawah ya.”
“Mengkhawatirkan juga tuh anak.” timpal Pheenux yang bersedia menjaga barang bawaan.
Setelah melangkah turun setengah berlari kurang lebih dua ratus meter, terlihat Citonk sedang duduk bersandar pada carier sambil kipas-kipas pakai topinya.
“Lagi ngapain, Tonk?” sapaku setengah geli setengah khawatir. “Kamu nggak pa-pa kan?”
“Sebentar, Sush.”
“Yuk! Aku bawakan cariernya, di atas ada tempat luas buat istirahat. Daripada ditanjakan gini.ucapku seraya mengangkat carier Citonk ke punggung.
Begitu sampai di tempat Pheenux, “Mana Citonk?”
Hah? aku jadi menengok ke belakang. “Kirain tadi jalan ngikuti aku.” desahku menghempaskan tubuh bersama carrier Citonk.
Kumat ngadatnya?” ujar Pheenux.
Aku hanya menggeleng sambil mengangkat bahu. Pheenux berdiri melangkah turun. Tak berapa lama yang nongol malah trio Klaten.
Citonk, nampaknya kecapekan.” kata Dino setelah ber-say hey. “Yang bawa carier Citonk kamu?” tanya Dino ketika menyadari aku bersandar pada carrier Citonk.
Aku menanggapinya dengan meringis.
“Ckckck…” Igit berdecak kagum.
“Wow, dua kali naik turun?” tanggap Dino.
Tak lama muncullah Citonk yang tampak kepayahan. Disusul Pheenux dan Radit.
Sush, air di carier Citra pindah ke aku aja!” kata Pheenux langsung melangkah ke arahku.
Tanpa banyak komen aku segera mengeluarkan satu buah jerigen berisi air, lalu menyerahkan pada Pheenux.
“Benar juga mungkin dia keberatan,” komentar Dino yang orangnya lebih bisa diajak komunikasi ketimbang dua orang rekannya yang sepertinya tipe cowok dingin.
Perjalanan berlanjut kembali. Tentu saja setelah memastikan Citonk siap melaju. Kami berenam berjalan berurutan dengan rombongan cewek berada di depan. Formasi tim putri berubah, Citonk ditaruh depan, takut tercecer lagi.
Bonus jalur datar membuat laju langkah menambah kecepatan. Percakapan tak lupa kadang mengisi sela langkah kaki yang terasa ringan. Tapi itu tidak berlangsung lama. Sebuah tanjakan sudah menanti kembali menantang dengan angkuh. Tanpa gentar kami lalu menapaki setapak demi setapak.
Dan entah kenapa, Citonk mendadak perkasa. Gara-gara Radit kali ya. Hihi… kayak habis dicash. Baterainya fit bener sampai nggak ngedrop-ngedrop. Sepengetahuan kami, Trio Klaten masih setia mengikuti langkah ala badak. Tapi ketika tiba di tempat datar lagi, ternyata mereka lenyap.
“Wah, kok ada yang tercecer lagi sih?” cetusku lalu meneguk air dari botol.

“Tiga orang sekaligus malah” timpal Pheenux. “Perasaan tadi mereka masih di belakang deh.” 
Jangan-jangan... kok mendadak syerem yah? Kami bertiga saling berpandangan.
(kira-kira mereka_Trio Klaten menghilang kemana sih?)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS