RSS
Container Icon

The Threembakentir's Ke Gunung Merbabu 4

Lanjutan...

Trio Meong Vs CJR KW 4


Gimana kalau kita istirahat sambil nunggu mereka?” usul Citonk.
“Iyes!” sahutku sudah menjatuhkan diri ke tanah.
Lima menit berlalu. Mendekati menit kesepuluh karena yang ditunggu tidak muncul-muncul kami memutuskan meninggalkan Trio Klaten. Daripada nanti menghambat operasional. Lebih baik jalan dulu, lagian mereka kan cowok, sebentar juga bisa menyusul.
Satu tanjakan lagi berhasil terlewati, kini di depan terhampar padang rumput yang luas. Kami bertiga terkagum-kagum melihat fenomena alam yang membentang memanjakan mata. Saat ini kami berdiri di tengah padang rumput sabana. Kanan-kiri bukit-bukit hijau menjulang membentengi lembahan menghijau.
“Wow, keren!” decak Pheenux pada garis setapak mengarah ke bukit tinggi nan jauh di depan.
“Ngeri juga ya, kalau udah liat tanjakannya.” ucap Citonk.
“Puncakkah?” gumamku.
“Sepertinya.” komentar Citonk.
“Ayo semangat!!” seru Pheenux.
Dengan tertatih-tatih kami merayapi bukit yang medannya, ampun susah euy! Tegak lurus ke atas, tanpa undakan yang jelas. Sudah begitu, tanahnya berbulir kering bercampur sedikit pasir yang acap kali memerosotkan sepatu beberapa senti. Cukup buat jantung ikutan berdesir, khawatir muka mencium tanah lalu memarutnya.
Meski berjalan dalam kaki patah-patah dan nafas yang putus-putus. Jangan salah, kami tetap dapat menyuarakan lagu separuh nafasnya Dewa.
“Separuh nafasku… hosh… hosh…” ngos-ngosan. “terbang bersama dirimu… hosh… hosh…” ngos-ngosan lagi.
“Sebentar lagi… hosh… hosh!”
Tanjakan terjal berhasil terlibas. Berharap ini puncak Merbabu. Sayangnya, puncakan lain telah menunggu dengan senyuman mengejek.  
“Hah, puncak lagi, haha…” tudingku tertawa.
Kami merayapi dengan terbata-bata. Satu bukit kandas tapi masih menanti bukit lain. Dengan lemas kami menjatuhkan carier di tanah.
“Fiuuh… gila! Bikin deg-degan aja. Kirain ini puncak asli!” kata Pheenux diamini aku dan Citonk.
“Makan yuk, laper nih!” ajak Citonk yang sudah terlihat memucat, maklumlah waktu itu sudah pukul setengah satu.
 Dari atas bukit sini kami bisa memandang, menyapu hampir seluruh padang sabana dan bukit-bukit lain. Sangat lepas tak terhalang oleh lebatnya hutan. Hanya rerumputan yang setia menemani langkah kaki, bahkan saat makan siang rumput-rumput semak turut bersenda di sekitaran kami.
Satu jam kemudian lezatnya makan siang menghampiri perut, habis api kompornya tidak fokus, kabur-kabur oleh angin, so, matengnya jadi lamaaaa banget! Apalagi menunggu dalam kondisi lapar. Serasa setahun.
Ada yang naik punggungan sebelah sana tuh!” kataku yang waktu itu sedang ormed. Sementara Pheenux lagi sibuk ngerokin leher Citonk yang katanya berasa masuk angin.
Pheenux langsung menerka mereka Trio Klaten. Ketiga cowok yang dua jam lalu jalan bareng kini tengah menaiki punggungan sebelah kanan tidak menyadari posisi kami. Sampai akhirnya salah satu dari mereka menunjuk ke arah bukit yang kami pijak.
Kami pun heboh melambaikan tangan agar ketiganya naik mengikuti jalur kanan. Karena berdasarkan hasil ormed, bukit yang kami duduki sekarang arah yang benar. Mereka tampak berdiskusi, tak lama terlihat pergerakan ke arah sebaliknya.
Pemandangan lucu tersaji saat Trio Klaten berbalik turun. 
(Apakah itu? Tunggu lanjutannya ya....) 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: