RSS
Container Icon

Perjalanan Etape 5


Lanjutan *Saat Berlari Bersama Deru Ombakmu


Aku rentangkan kedua tanganku bebas. Wangi laut masih tercium oleh indera pembauku. Menakjubkan! Dari sini seluruh penampakan pantai dengan segala perniknya dapat terlihat nyata bak lukisan naturalis penuh imaji. Aneka burung laut mengangkasa dengan manuver menukik kadang menyentuh ujung laut dan kadang meraba ujung langit. Kapal-kapal mungil tampak mengayuh pelan, semakin jauh bahkan ada yang kemudian menghilang dibalik layar biru yang membentang tanpa batas. Lekukan teluk pembentuk pantai sangat jelas tergambar laksa bulan sabit. Bak bidak catur tanpa jari pengatur, kerumunan orang-orang bergerak bebas berlari, bermain menyisakan sayup dengung gembira digendang telinga.
Pemandangan lain berhasil ditangkap kamera mataku. Sisi kiri dari tanganku mempersembahkan seraut muka dengan sunggingan menawan. Sebuah pantai yang tak kalah menarik menatapku dengan ceria. Walau ia terhampar tak seluas tetangganya yang ramai pengagum, tapi sejatinya dirinya yang berdekap dalam ketenangan terlalu cantik untuk dilupakan.
Identitas unik bersarang hingga memuntahkan decak kagum. Dua karang mendongak menyembah langit dengan kepongahan yang tersirat. Satu karang menghadang hempasan ombak ditepian pantai. Karang lain berdiri menjauhi tepian tenggelam dalam pelukan air membiru. Batinku berseru,
“Tunggulah, kan kujemput engkau diujung pijakan tapakku. Kan kucari celah pembuka deburnya yang menyurut, kupastikan arah pelarianku hanya untuk merengkuhmu.”
 Lebih jauh radar penglihatanku beradu dengan panorama lain. Kulihat gugusan tanah menjorok lebih dari satu mengundang jiwaku tuk segera menyapa keanggunan hakiki. Beribu jajaran bukit menanjung menampilkan gejolak baru. Seperti bukit yang kini ku injak, bukit-bukit serupa gundukan tanah menghijau itu ku tebak membelah teluk, tempat dimana air bisa leluasa bercengkrama dengan butran pasir. Sungguh tergambar jelas nuasa syahdu itu.
Tak terasa siang telah menyenja. Bola merah pembias panas kian malu dan berusaha menundukkan wajahnya  di balik jajaran bukit terakhir dari seribu bukit. Bahkan separuh permukaanmu nyaris tercelup air laut. Sunset pantai! Beruntung aku bisa menyaksikan sebuah gejala alam yang sangat luar biasa bagiku, walau mungkin bagi anak pantai ini bukanlah sesuatu yang spesial. Untukku akan menjadi hal yang menimbulkan kecemburuan.
Debur ombak masih sibuk bermain dengan pantainya seakan tak mengenal istilah waktu. Kulihat burung-burung yang mengangkasa mulai gelisah ingin segera menjenguk sarang harapan. Namun aku dan anganku terlalu enggan berlalu dari ujung gundukan tertinggi, hasratku masih ingin menyelami irama debur ombak yang menyenandungkan kidung gembira anak pantai. Dan biarkan aku tetap di sini sebagai pengagummu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perjalanan Etape 5

*Saat Berlari Bersama Deru Ombakmu


Aku datang dari tempat dingin dan tinggi. Semasa itu telah beribu-ribu gunung aku daki. Setapak namun pasti kuturunkan pijak langkahku hingga mencapai muka dunia terendah. Aroma lain kucium begitu menyengat. Sangat khas, penuh gelora dan gairah yang mendebarkan dada.
Gunungan bukit-bukit kecil tak lebih tinggi dari mata kaki menghampar polos menantang terik bola merah pembakar satu sisi hari selama duabelas jam. Gundukan membukit-bukit pasir itu memberi citra tersendiri sebagai suatu tempat landai yang kaya akan air. Terlalu bertolak belakang dengan keberadaannya yang penyendiri dipuncak-puncak dingin, begitu angkuh meski segudang keindahan tertabiri selimut kabut. Di sini kau seorang peramah bersahabat dengan keriuhan segenap isi suka cita alam. Angin, ombak, riak, pasir, karang bahkan jerit anak manusia adalah pembentuk kisah persahabatan yang hangat. Rangkaian kisah yang bersama-sama akan membuahkan kenangan manis tersendiri.
Sebuah pantai. Di mana anak-anak dapat merasakan belaian kasih sang alam. Lewat pasir yang kau tebar mengalasi ragamu, kau lindungi kulit-kulit muda mereka agar tak terluka. Lewat hembusan nafas angin, kau menepis kejamnya siang yang membara. Lewat debur air mengombak, kau ajak jiwa-jiwa baru tertawa menyelami makna canda yang kau desahkan.
Aku sungguh menikmati suasana yang menghanyutkan ini. Gemerisik bulir lembut menyambut kaki telajangku dengan gelitik manja. Anginpun masih setia menerpa, mengusir hawa panas memberi kesejukan. Dengan angin inilah gelora air terkendali hingga sudi menjilati bibir pantai. Hhh……sebuah alunan canda yang menggemaskan sehingga dapat memaksa tiap insan turut serta dalam perhelatan gelak suka itu.
Aku mulai menyusuri lintasan batas antara darat dan lautan. Sesekali riak air mencolek nakal lewat sela kakiku dengan lincahnya. Hanya sesaat lalu berlari kembali ke induknya. Dia melambai menggulung diri, seakan menggoda aku agar mengejarnya. Aksi kejar-kejaran adalah kegemarannya, tanpa ragu aku melayani setiap titahnya.
Si pantai ini rupanya penyuka lawakan penghadir tawa. Ku lihat nyiur berjari seribu meliuk berdansa dengan sepoi angin selepas bergemuruh mencumbu air.
Langkahku sejenak terhenti, ku dongakkan kepala menebus penasaran mata. Benar. Aku tidak salah mengira. Di depan sebuah bukit telah menghadang pemandangan lepasku. Bukit itu menjorok ke laut membentuk semenanjung hijau dengan gagahnya. Tak takut terkikis derasnya hujaman kumpulan air liar. Serentak jiwa tualangku mendesak kaki tuk meniti rimbun terjalnya garis tepian yang menjadi titik temu garis lengkung lain.
Rumput semak bergoyang tersentuh irama langkah yang terasa sangat berat. Sisi miring nyaris 45 derajad membuat tubuhku mendekap pada lekukan kasar tubuhmu. Merayap menjadi sebuah sensasi yang menegangkan urat saraf. Kesabaranku menuai berkah.  Jalan setapak yang ku idamkan beberapa menit lalu membentang menghantar lajuku ke tempat yang dijanjikan. Puncakan bukit  mengesankan terhampari ilalang lengkap dengan serbuk putihnya melegakan tarikan nafas yang mulai menyambung teratur. (bersambung....)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS