Lanjutan *Saat Berlari Bersama Deru Ombakmu
Aku rentangkan kedua tanganku bebas. Wangi laut masih tercium oleh indera
pembauku. Menakjubkan! Dari sini seluruh penampakan pantai dengan segala
perniknya dapat terlihat nyata bak lukisan naturalis penuh imaji. Aneka burung
laut mengangkasa dengan manuver menukik kadang menyentuh ujung laut dan kadang
meraba ujung langit. Kapal-kapal mungil tampak mengayuh pelan, semakin jauh bahkan
ada yang kemudian menghilang dibalik layar biru yang membentang tanpa batas.
Lekukan teluk pembentuk pantai sangat jelas tergambar laksa bulan sabit. Bak
bidak catur tanpa jari pengatur, kerumunan orang-orang bergerak bebas berlari,
bermain menyisakan sayup dengung gembira digendang telinga.
Pemandangan lain berhasil ditangkap kamera mataku. Sisi kiri dari tanganku
mempersembahkan seraut muka dengan sunggingan menawan. Sebuah pantai yang tak
kalah menarik menatapku dengan ceria. Walau ia terhampar tak seluas tetangganya
yang ramai pengagum, tapi sejatinya dirinya yang berdekap dalam ketenangan
terlalu cantik untuk dilupakan.
Identitas unik bersarang hingga memuntahkan decak kagum. Dua karang
mendongak menyembah langit dengan kepongahan yang tersirat. Satu karang
menghadang hempasan ombak ditepian pantai. Karang lain berdiri menjauhi tepian
tenggelam dalam pelukan air membiru. Batinku berseru,
“Tunggulah, kan
kujemput engkau diujung pijakan tapakku. Kan
kucari celah pembuka deburnya yang menyurut, kupastikan arah pelarianku hanya
untuk merengkuhmu.”
Lebih jauh radar penglihatanku beradu
dengan panorama lain. Kulihat gugusan tanah menjorok lebih dari satu mengundang
jiwaku tuk segera menyapa keanggunan hakiki. Beribu jajaran bukit menanjung
menampilkan gejolak baru. Seperti bukit yang kini ku injak, bukit-bukit serupa
gundukan tanah menghijau itu ku tebak membelah teluk, tempat dimana air bisa
leluasa bercengkrama dengan butran pasir. Sungguh tergambar jelas nuasa syahdu
itu.
Tak terasa siang telah menyenja. Bola merah pembias panas kian malu dan
berusaha menundukkan wajahnya di balik
jajaran bukit terakhir dari seribu bukit. Bahkan separuh permukaanmu nyaris tercelup
air laut. Sunset pantai! Beruntung
aku bisa menyaksikan sebuah gejala alam yang sangat luar biasa bagiku, walau
mungkin bagi anak pantai ini bukanlah sesuatu yang spesial. Untukku akan
menjadi hal yang menimbulkan kecemburuan.
Debur ombak masih sibuk bermain dengan pantainya seakan tak mengenal
istilah waktu. Kulihat burung-burung yang mengangkasa mulai gelisah ingin
segera menjenguk sarang harapan. Namun aku dan anganku terlalu enggan berlalu
dari ujung gundukan tertinggi, hasratku masih ingin menyelami irama debur ombak
yang menyenandungkan kidung gembira anak pantai. Dan biarkan aku tetap di sini
sebagai pengagummu.